Secercah Cahaya Wajah Baru Pendidikan Indonesia
Mendengar
kata UAN atau Ujian Akhir Nasional, tentu arah pikiran kita mengarah pada
tradisi yang melekat dari tiap – tiap pelaksanaan penyelenggaraan rutinitas
tahunan itu. Yaitu tradisi bocoran soal, konspirasi antara Guru dan murid,
bahkan yang paling mainstream adalah
tradisi coret baju dan konvoy kendaraan paska berakhirnya penyelenggaraan UAN.
Tradisi macam itu cukup mencoreng wajah pendidikan kita yang menganut semboyan Ing Ngarso Sun Tulodo: 'Di depan
menjadi teladan', Ing Madyo Mbangun
Karso: 'Di tengah membangun semangat', Tut
Wuri Handayani: 'Di belakang memberi dorongan' yang telah di paparkan oleh
Bapak Pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara. Tradisi yang semacam itu juga
mempengaruhi perlambatan ekonomi negara karena kurangnya sumber daya manusia
yang jujur dan berintergritas. Terbukti
semakin sesaknya penjara ditiap – tiap lapas di berbagai daerah dan
terbongkarnya politisasi hitam yang banyak dilakukan oleh orang yang “katanya”
elit politik yang berpendidikan. Semua itu tidak lepas dari tradisi buruk yang
sudah diulas pada kalimat sebelumnya.
Namun,
perlahan namun pasti tradisi itu mulai memudar. Semenjak pemerintahan baru
menekankan pada prinsip revolusi mental, perlahan wajah pendidikan nasional
mulai merubah tradisi kearah yang positif. Di beberapa daerah mulai menanamkan
tradisi positif paska diselenggarakannya UAN, seperti di SMA Negeri 17 Medan,
setelah selesai Ujian Nasional aksi corat-coret diganti dengan kegiatan yang
lebih positif, yaitu AKSI MENGUMPULKAN
BAJU SERAGAM SEKOLAH LAYAK PAKAI.
Tujuan dari Aksi Sosial ini adalah baju seragam yang sudah tidak dipakai oleh
Kelas XII yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional bisa disumbangkan kepada adik kelas X dan Kelas XI nya. Aksi ini
disambut baik oleh Siswa Kelas XII SMA Negeri 17 Medan, karena dengan
menyumbangkan pakaian seragam berarti bisa
membantu adik-adik kelasnya yang kurang mampu.
Dalam
setiap tahunnya, setelah selesai Ujian Nasional, Kepala Sekolah SMA Negeri 17
Medan (Soagahon Simanungkalit, SH) menghimbau kepada Siswa Kelas XII setelah
selesai melaksanakan Ujian Nasional diharapkan menyumbangkan pakaian
seragamnya. Imbauan Kepala sekolah ini dilaksanakan dengan baik oleh
siswa-siswa kelas XII yang baru saja melaksanakan Ujian Nasional, sehingga
seperti tahun ini, SMA Negeri 17 Medan juga melakukan kegiatan aksi sosial
tersebut.
Kegiatan paska UN SMA Negeri 17 Medan |
Lain
halnya di SMAN 3 Yogyakarta yang merayakan kemenangan dan kelulusan UN tahun
2016 dengan membagikan makanan. Dan kegiatan seperti ini, adalah contoh teladan
yang patut dicontoh, ditiru, dan dibudayakan oleh siswa dan siswi yang lain
dalam rangka merayakan momen kelulusan, tidak dengan coret coret atau bersenang - senang.
Dalam
status disalah satu media sosial yang digunakan SMA Negeri 3 Yogyakarta,
menulis : "Sebagai bentuk wujud syukur, Siswa SMA 3 rayakan kelulusan dengan
membagikan nasi bungkus ke masyarakat sekitar SMAN 3 Yogyakarta. Tradisi ini
sudah berjalan selama bertahun-tahun. Tanpa Konvoi & tanpa
corat-coret". Kegiatan seperti ini merupakan bentuk nyata dari kelulusan
yang sebenarnya, karena lulus yang sebenarnya bukan hanya nilai akademik saja
yang harus diraih tetapi sikap dewasa, dan munculnya sikap sikap positif lain
merupakan indikasi bahwa siswa atau siswi tersebut benar benar mendapatkan
predikat "LULUS".
Jadi,
jika banyak siswa dan siswi yang melalukan perayaan kelulusan, diisi dengan hal
hal yang kurang bermanfaat dan bahkan dicap sebagai hal yang negatif, seperti
coret coret, hura hura dan lain sebagainya. Sebenarnya mereka "BELUM
LULUS", akademik mungkin iya, tapi dari segi akhlak tidak. Dan ini adalah
PR bagi insan pendidik, khususnya orang tua dalam membimbing putra putrinya.
Aksi sosial paska UN SMAN 3 Yogyakarta |
Contoh
kecil untuk perubahan besar wajah pendidikan nasional sudah diaplikasikan oleh
SMA Negeri 17 Medan dan SMAN 3 Yogyakarta yang terbukti nyata bahwa tidak semua
institusi pendidikan yang mengikuti program UAN, merayakan kelulusan dengan
cara yang negatif. Semoga apa yang sudah dilakukan oleh kedua institusi
pendidikan tersebut, bisa menjadi motor penggerak yang bisa diikuti oleh setiap
sekolah dan menjadi tradisi baru seiring dengan prinsip revolusi mental yang
dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Demikian artikel yang saat ini dibuat,
jika artikel ini dirasa menarik, silahkan tinggalkan komentar dan bagikan untuk
memperoleh wawasan yang sama. Salam perubahan pendidikan!
Sumber:
Comments
Post a Comment